
JAKARTA - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) saat ini tengah mengebut program hilirisasi batu bara yang bertujuan mengubah bahan baku mentah menjadi produk-produk bernilai tambah tinggi. Melalui delapan produk hasil diversifikasi, nilai tambah yang dihasilkan bisa mencapai hingga 79 kali lipat dari nilai batu bara mentah awal. Produk-produk tersebut antara lain dimethyl ether (DME), synthetic natural gas (SNG), metanol, amonia, grafit buatan, elektroda lembaran, asam humat, dan asam fulvat.
Direktur Utama Bukit Asam, Arsal Ismail, menjelaskan bahwa setiap produk hilirisasi memberikan kenaikan nilai tambah yang signifikan. Misalnya, DME memberikan nilai tambah 4,3 kali, gas alam sintetis 5,7 kali, metanol 4,7 kali, dan amonia 4,8 kali lipat dari nilai bahan baku batu bara. Lebih jauh, hilirisasi menjadi grafit buatan bisa meningkatkan nilai sampai 59,9 kali, elektroda lembaran 41,4 kali, dan asam humat bahkan menghasilkan nilai tambah hingga 79,7 kali lipat.
Arsal menegaskan bahwa program hilirisasi batu bara yang dikembangkan saat ini sudah memasuki tahap validasi kelayakan komersial untuk produk seperti DME, SNG, metanol, dan amonia. Sementara itu, pengembangan produk seperti grafit buatan, elektroda lembaran, asam humat, dan asam fulvat masih dalam fase riset dan pengembangan (R&D).
Baca Juga
Salah satu proyek penting adalah kolaborasi Bukit Asam dengan PT Pertamina (Persero) dalam pengembangan DME di Muara Enim, Sumatra Selatan. Meskipun sempat kehilangan investor asal Amerika Serikat, Air Products & Chemical Inc, kedua perusahaan tetap berupaya mencari investor baru demi melanjutkan proyek hilirisasi ini.
Direktur Hilirisasi dan Diversifikasi Produk Bukit Asam, Turino Yulianto, mengungkapkan bahwa produk grafit buatan dan elektroda lembaran berasal dari batu bara dengan nilai kandungan kalori (GAR) sekitar 4.200. Produk tersebut berfungsi sebagai anoda untuk baterai lithium-ion, sebuah komponen penting di industri kendaraan listrik dan penyimpanan energi.
Selain itu, asam humat yang diproduksi dari batu bara dengan GAR di bawah 3.000 memiliki aplikasi dalam sektor pertanian sebagai soil amelioration atau bahan perbaikan tanah. Ini menjadi alternatif pemanfaatan batu bara kalori rendah yang selama ini kurang optimal penggunaannya.
Turino juga menambahkan bahwa DME hasil pengolahan batu bara dengan GAR 3.726 diharapkan bisa menggantikan impor gas minyak cair (liquefied petroleum gas/LPG) yang selama ini masih bergantung pada pasokan luar negeri. Sementara itu, synthetic natural gas (SNG) dari batu bara juga dapat menjadi alternatif pengganti gas alam cair (liquefied natural gas/LNG).
Program hilirisasi batu bara PTBA tidak hanya meningkatkan nilai tambah produk batu bara, tetapi juga memperkuat ketahanan energi nasional dan membuka peluang diversifikasi industri. Hal ini sejalan dengan visi PTBA untuk mengembangkan bisnis yang berkelanjutan serta mendukung transformasi energi di Indonesia.

Mazroh Atul Jannah
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
10 Keuntungan UMKM Maksimal dengan Sertifikasi Halal
- 10 September 2025
2.
Jadwal Terbaru Kereta Api Bandara YIA Jogja Lengkap
- 10 September 2025
3.
Perbandingan Biaya Transportasi Indonesia Dengan Negara Tetangga
- 10 September 2025
4.
Penerbangan Surabaya Banyuwangi Hadirkan Peluang Pariwisata Baru
- 10 September 2025
5.
Cimanggis Depok Jadi Magnet Properti Hunian Premium
- 10 September 2025