Kamis, 11 September 2025

Solusi Baru: Industri Bisa Impor Gas Sendiri Demi Efisiensi Produksi

Solusi Baru: Industri Bisa Impor Gas Sendiri Demi Efisiensi Produksi
Solusi Baru: Industri Bisa Impor Gas Sendiri Demi Efisiensi Produksi

JAKARTA - Pemerintah membuka peluang bagi kawasan industri maupun gabungan kawasan industri untuk mengimpor gas secara mandiri. Kebijakan ini diambil sebagai solusi atas keterbatasan pasokan gas domestik yang semakin terasa, terutama untuk mendukung kelangsungan produksi di sektor industri. Meski demikian, harga gas impor yang akan diterima oleh industri diperkirakan lebih tinggi dibandingkan harga gas murah yang ditetapkan pemerintah, yaitu Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).

Peluang Impor Gas Mandiri untuk Industri

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, menjelaskan bahwa pemerintah tengah membuka opsi impor gas secara mandiri oleh kawasan industri apabila pasokan gas dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan. “Kalau gas di dalam negeri tidak mencukupi, kita akan buka opsi impor untuk kebutuhan industri,” ungkap Yuliot saat ditemui di kantor Kementerian ESDM Jakarta.

Baca Juga

Daftar Harga BBM Pertamina Seluruh Indonesia Hari Ini

Menurut Yuliot, gas merupakan bahan baku utama yang sangat krusial untuk menjaga kelangsungan produksi di kawasan industri. “Kalau industri tidak ada bahan baku yang berasal dari gas, baik sebagai bahan bakar maupun untuk pemangkin listrik, kegiatan industrinya bisa terhenti. Oleh karena itu, pemerintah harus melihat sisi pemanfaatan ekonomi dan ketersediaan gas secara menyeluruh,” tambahnya.

Dengan kebijakan ini, kawasan industri yang mengalami kesulitan mendapatkan pasokan gas dari dalam negeri dapat mengimpor LNG (Liquefied Natural Gas) secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan produksinya.

Harga Gas Impor Diperkirakan Lebih Mahal

Meski membuka peluang impor gas mandiri, harga gas impor melalui LNG diperkirakan jauh lebih tinggi dibandingkan harga gas murah yang diatur pemerintah. Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, mengatakan bahwa hampir mustahil bagi industri untuk mendapatkan harga LNG yang lebih murah daripada harga gas HGBT yang berada di kisaran US$ 6 hingga 7 per MMBTU.

“Rata-rata kontrak jangka panjang LNG saat ini berada di kisaran US$ 5 per MMBTU, belum termasuk biaya transportasi, asuransi, regasifikasi, dan penyimpanan,” jelas Yusri. Ia menambahkan bahwa industri juga bisa mengandalkan harga spot LNG, tetapi harganya biasanya jauh lebih tinggi dibandingkan kontrak jangka panjang, bahkan bisa jauh lebih mahal dari harga gas HGBT.

“Kalau pakai harga spot, lokasi pabrik harus mudah diakses kapal tanker LNG dan mereka juga harus menyiapkan fasilitas regasifikasi serta tangki penyimpanan, yang tentunya menambah beban biaya,” kata Yusri.

Biaya Tambahan Pengimporan LNG

Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), Hadi Ismoyo, memberikan rincian terkait biaya-biaya yang harus ditanggung oleh industri untuk impor LNG. Menurutnya, harga LNG di plant gate terminal regasiasi diperkirakan mencapai US$ 8,75 per MMBTU dengan perhitungan konservatif.

“Harga gas pipa saat ini sekitar US$ 3,5 per MMBTU, liquefaction cost sekitar US$ 4 per MMBTU, shipping cost US$ 0,75 per MMBTU, serta biaya regasifikasi dan penyimpanan sekitar US$ 0,5 per MMBTU,” jelas Hadi.

Biaya tambahan untuk pengiriman gas ke konsumen di kawasan industri berkisar antara US$ 1 hingga US$ 2 per MMBTU, sehingga total harga gas impor yang harus dibayar industri diperkirakan antara US$ 9,75 sampai US$ 10,75 per MMBTU.

Tantangan Industri Menyerap Harga Gas Impor

Hadi Ismoyo juga menyoroti tantangan yang akan dihadapi industri dalam menyerap harga gas impor LNG yang relatif tinggi tersebut. Menurutnya, industri yang saat ini menikmati harga gas pipa murah akan kesulitan beralih ke LNG impor yang jauh lebih mahal.

“Kalau tidak ada pilihan, industri tetap harus menyerap harga tinggi tersebut, dan ujungnya beban ini akan diteruskan ke konsumen akhir,” ujarnya.

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun opsi impor gas mandiri bisa menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan pasokan, harga tinggi akan menjadi kendala besar bagi daya saing industri dalam negeri.

Kesiapan Infrastruktur dan Dampaknya

Tidak semua kawasan industri memiliki infrastruktur yang memadai untuk menerima dan mengelola LNG impor. Fasilitas seperti terminal regasifikasi dan tangki penyimpanan harus tersedia agar pasokan gas impor dapat berjalan lancar. Persiapan infrastruktur ini membutuhkan investasi besar dan waktu, sehingga menjadi salah satu tantangan utama dalam implementasi impor gas mandiri.

Selain itu, lokasi pabrik yang jauh dari pelabuhan yang bisa menerima tanker LNG akan menambah biaya logistik dan pengangkutan, sehingga harga gas di titik konsumen bisa semakin tinggi.

Upaya Pemerintah Menjamin Ketersediaan Gas

Pemerintah terus berupaya mencari solusi agar pasokan gas domestik tetap terjaga dan industri dapat memperoleh energi dengan harga terjangkau. Kebijakan membuka opsi impor gas mandiri ini adalah salah satu langkah strategis untuk menjaga kesinambungan pasokan, terutama di tengah dinamika pasar energi global yang sangat fluktuatif.

Di sisi lain, pemerintah juga mendorong peningkatan produksi gas domestik dan pengembangan infrastruktur untuk mengurangi ketergantungan pada impor serta menjaga stabilitas harga.

Peluang impor gas secara mandiri bagi kawasan industri merupakan langkah penting yang diambil pemerintah untuk mengatasi keterbatasan pasokan gas domestik. Namun, harga gas impor LNG yang relatif tinggi, ditambah biaya tambahan seperti transportasi, regasifikasi, dan penyimpanan, membuat harga gas impor sulit bersaing dengan harga gas murah yang telah diatur pemerintah melalui HGBT.

Industri menghadapi tantangan besar dalam menyerap biaya energi yang tinggi jika harus beralih ke gas impor, dan kemungkinan beban biaya tersebut akan diteruskan ke konsumen. Kesiapan infrastruktur dan lokasi kawasan industri juga menjadi faktor penting dalam efektivitas kebijakan impor gas mandiri.

Dengan berbagai tantangan tersebut, pemerintah terus berupaya mencari keseimbangan antara kebutuhan energi nasional, harga yang terjangkau, dan kelangsungan industri demi mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Sindi

Sindi

teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Harga Minyak Naik, Prospek Ekonomi Tetap Menjanjikan

Harga Minyak Naik, Prospek Ekonomi Tetap Menjanjikan

Sinergi Asperindo Dishub Perkuat Layanan Logistik Pontianak

Sinergi Asperindo Dishub Perkuat Layanan Logistik Pontianak

PLTS Hybrid PHR Permudah Belajar di SLB Rumbai

PLTS Hybrid PHR Permudah Belajar di SLB Rumbai

Balikpapan Tawarkan 5 Rumah Murah Strategis Dekat IKN

Balikpapan Tawarkan 5 Rumah Murah Strategis Dekat IKN

Pertamina NRE Perkuat Kolaborasi Energi Bersih Global

Pertamina NRE Perkuat Kolaborasi Energi Bersih Global