PLTSa Nasional Solusi Atasi Krisis Sampah dan Penyediaan Listrik Bersih
- Minggu, 22 Juni 2025

JAKARTA – Pemerintah Indonesia tengah gencar mendorong pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebagai bagian dari proyek nasional untuk mengatasi masalah krisis sampah sekaligus mempercepat transisi menuju energi bersih. Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018, pemerintah awalnya menargetkan pembangunan PLTSa di 12 kota. Namun, pada tahun 2025 ini, cakupan proyek diperluas menjadi 33 lokasi di berbagai daerah di Indonesia.
Target dan Cakupan Proyek PLTSa
PLTSa dirancang untuk mengolah 69,9 juta ton sampah per tahun, dimana sekitar 60 persen sampah tersebut saat ini belum terkelola secara optimal. Setiap kota yang menjadi lokasi pembangunan PLTSa ditargetkan mampu menghasilkan energi listrik dengan kapasitas hingga 20 megawatt (MW). Proyek ini tidak hanya bertujuan mengatasi permasalahan pengelolaan sampah, tetapi juga sekaligus berkontribusi dalam pengurangan emisi metana yang dihasilkan dari tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Baca Juga
Melalui pengolahan sampah menjadi energi, pemerintah berharap PLTSa dapat menjadi solusi efektif yang menggantikan sebagian ketergantungan pada bahan bakar fosil sekaligus meminimalisasi dampak lingkungan akibat tumpukan sampah yang selama ini menjadi masalah di banyak daerah.
Pendanaan dan Pelaksanaan Proyek
Dalam pelaksanaannya, pemerintah melibatkan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara dan PT PLN (Persero) untuk pendanaan dan operasional PLTSa. Model kerja sama ini diharapkan mampu mengoptimalkan sumber daya dan mempercepat realisasi proyek yang berskala besar ini.
Guna memperlancar proses pembangunan, pemerintah juga menyederhanakan regulasi terkait pengelolaan sampah dan energi dengan menggabungkan tiga Perpres yang sebelumnya terpisah. Kebijakan ini diharapkan memberikan kemudahan perizinan dan insentif yang lebih menarik bagi investor.
Selain itu, pemerintah mengganti skema tipping fee biaya pembuangan sampah di fasilitas pengolahan—dengan subsidi listrik yang lebih kompetitif. Langkah ini dimaksudkan agar investasi dalam proyek PLTSa menjadi lebih menarik dan berkelanjutan dari sisi finansial.
Tantangan Implementasi PLTSa
Meskipun proyek PLTSa menjanjikan solusi ganda antara pengelolaan sampah dan energi terbarukan, implementasinya menghadapi sejumlah tantangan serius. Salah satu contohnya adalah PLTSa Putri Cempo di Solo yang hanya mampu menghasilkan listrik sebesar 1,6 MW, jauh dari target ideal sekitar 20 MW, meskipun mengolah 30-40 ton sampah per hari. Hal ini menunjukkan adanya masalah efisiensi dalam teknologi dan pengelolaan.
Selain itu, terdapat kekhawatiran terkait risiko lingkungan yang ditimbulkan, seperti emisi dioksin zat berbahaya yang dihasilkan dari pembakaran sampah serta limbah abu pembakaran yang perlu dikelola secara ketat agar tidak mencemari lingkungan sekitar.
Kritik dari Lembaga Swadaya Masyarakat
Walaupun pemerintah optimistis terhadap proyek ini, sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengkritik pendekatan PLTSa. Mereka menilai teknologi pembakaran sampah ini bukan solusi yang berkelanjutan karena lebih mengedepankan metode “end-of-pipe” yang justru mengabaikan prinsip zero waste dan pengurangan sampah dari sumbernya.
Menurut pihak LSM, fokus pada pembakaran sampah berisiko memperparah polusi udara dan menghasilkan residu berbahaya yang sulit diolah. Oleh karena itu, mereka menyerukan perlunya pendekatan pengelolaan sampah yang lebih ramah lingkungan, seperti pengurangan sampah, daur ulang, dan pemanfaatan bahan organik secara komprehensif.
Langkah Pemerintah Memperkuat Proyek PLTSa
Menyadari tantangan tersebut, pemerintah terus mengupayakan perbaikan dari sisi teknologi dan regulasi untuk memastikan bahwa proyek PLTSa dapat berjalan dengan optimal dan memberikan manfaat maksimal. Percepatan penyederhanaan regulasi, peningkatan insentif bagi investor, serta pengawasan ketat terhadap aspek lingkungan menjadi bagian dari strategi pemerintah.
Dukungan pemerintah daerah juga dianggap sangat penting dalam mensukseskan proyek ini, terutama dalam pengelolaan sampah di tingkat kota yang berperan sebagai bahan baku utama bagi PLTSa.
Manfaat Ekonomi dan Lingkungan
Jika berhasil dijalankan secara efektif, proyek nasional PLTSa berpotensi memberikan dampak positif yang signifikan bagi perekonomian dan lingkungan. Selain menambah kapasitas energi nasional dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan, proyek ini dapat membantu mengurangi tumpukan sampah yang selama ini menjadi masalah kronis di banyak kota.
Pengurangan emisi metana dari sampah yang tidak terkelola juga memberikan kontribusi penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan pencapaian target emisi nasional.
Proyek Nasional Pembangkit Listrik Tenaga Sampah menjadi salah satu upaya strategis pemerintah Indonesia dalam mengatasi dua masalah besar secara bersamaan: krisis pengelolaan sampah dan kebutuhan energi bersih. Meskipun menghadapi berbagai tantangan teknis dan lingkungan, pemerintah terus mengoptimalkan regulasi, pendanaan, dan teknologi demi mewujudkan proyek ini secara berkelanjutan.
Keberhasilan proyek PLTSa tidak hanya bergantung pada teknologi dan pendanaan, tetapi juga pada sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, investor, serta masyarakat sebagai pengguna akhir dan penyedia sampah.

Sindi
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
8 Mobil Listrik Modern Hadir dengan Aplikasi Canggih
- 10 September 2025
2.
Makanan Tradisional Jepang Mendukung Umur Panjang Sehat
- 10 September 2025
3.
Daftar Harga BBM Pertamina Seluruh Indonesia Hari Ini
- 10 September 2025
4.
PLN Pastikan Tarif Listrik September 2025Tetap Stabil
- 10 September 2025
5.
Harga Minyak Naik, Prospek Ekonomi Tetap Menjanjikan
- 10 September 2025