JAKARTA - Isu terkait pelaksanaan buyback saham tanpa perlu mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) semakin menarik perhatian pelaku pasar modal. Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik, menyampaikan bahwa rencana tersebut masih dalam tahap kajian oleh otoritas terkait, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini diungkapkan Jeffrey dalam keterangannya pada Kamis (6/3/2025).
Ketika dikonfirmasi mengenai kemungkinan implementasi kebijakan tersebut, Jeffrey menyatakan, “Kebijakan tersebut akan dikaji, kita tunggu saja.” Penegasan tersebut menunjukkan bahwa institusi bursa dan regulator terkait berhati-hati dalam menghadapinya, seiring dengan perkembangan dinamika pasar saham yang memerlukan tindakan yang solid dan tepat.
Jeffrey juga menambahkan bahwa kajian mendalam tersebut akan dilakukan oleh OJK. “Kajian akan dilakukan oleh OJK,” tuturnya, mengindikasikan bahwa hasil kajian OJK akan menjadi kunci dalam pengambilan keputusan akhir terkait relaksasi kebijakan buyback ini.
Upaya relaksasi kebijakan buyback saham ini bukan tanpa alasan. Beberapa waktu terakhir, pasar modal domestik memang mengalami tekanan, sehingga strategi alternatif diperlukan untuk memulihkan dan menjaga stabilitas pasar. Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, juga menegaskan pentingnya kajian ini. “Dari sisi regulator kami menangkap konsen stakeholder pasar modal pada tekanan IHSG belakangan ini,” ujarnya dalam konferensi pers di BEI, Jakarta, pada Senin (3/3/2025).
Menurut Inarno, keputusan ini diharapkan dapat menjaga stabilitas dan meningkatkan likuiditas transaksi di pasar efek saat ini, aspek yang tentunya krusial bagi kesehatan pasar modal Indonesia.
Di tengah kondisi pasar yang tengah fluktuatif, Hari ini, Kamis (6/3/2025), indeks harga saham gabungan (IHSG) terpantau menguat ke level 6.617,85 dalam penutupan perdagangan. Penguatan ini sebesar 1,32%, atau setara dengan 86,45 poin menuju posisi akhir di 6.617,85. Hari ini, IHSG dibuka di level 6.531,40 dan pernah menyentuh titik tertinggi di level 6.667,89.
Kenaikan IHSG ini juga diiringi oleh peningkatan sejumlah saham, seperti BREN, PANI, AMMN, dan BBNI, yang semuanya menunjukkan performa positif di pasar. Berdasarkan data BEI, 433 saham terpantau mengalami peningkatan, 194 saham mengalami penurunan, sementara 328 saham lainnya bergerak stagnan. Ini menunjukkan bahwa volatilitas pasar masih tinggi, meskipun ada momentum positif.
Selain itu, kapitalisasi pasar atau market cap terkini tercatat mencapai Rp11.384 triliun, menandakan potensi pertumbuhan yang positif dalam jangka menengah ke panjang. Pertumbuhan ini memberikan optimisme meskipun di tengah spekulasi kebijakan buyback saham.
Dalam konteks ini, pelaku pasar tentu saja menanti keputusan dari OJK dan BEI terkait wacana buyback tanpa RUPS ini. Kehadiran kebijakan baru yang lebih fleksibel bisa memberikan ruang gerak lebih bagi emiten untuk mengatur strategi keuangannya, khususnya dalam menjaga stabilitas harga saham di tengah guncangan ekonomi global.
Namun demikian, perlu dipahami bahwa kebijakan semacam ini harus diputuskan dengan hati-hati dan mempertimbangkan berbagai faktor risiko. Misalnya, potensi manipulasi pasar atau penyalahgunaan kebijakan untuk kepentingan tertentu. Oleh karena itu, keterbukaan dan transparansi dalam pelaksanaan kebijakan ini harus menjadi prioritas.
Di sisi lain, melihat dari sudut pandang pelaku pasar dan investor, adanya kebijakan buyback yang lebih fleksibel dapat memberikan sinyal positif kepada investor mengenai prospek keuangan emiten yang melakukan buyback. Hal ini sering kali diartikan sebagai kepercayaan diri perusahaan terhadap kinerja masa depannya, sekaligus menjadi salah satu cara untuk mendukung harga saham di pasar.
Menutup laporan ini, penting bagi para pelaku pasar untuk tetap waspada dan mengikuti perkembangan regulasi lebih lanjut dari OJK dan BEI. Komunikasi yang efektif antara regulator dan pelaku pasar sangat penting untuk memastikan bahwa setiap perubahan kebijakan membawa dampak yang positif bagi pembangunan ekonomi secara keseluruhan.
Dengan upaya kajian mendalam dan pelibatan seluruh pemangku kepentingan, diharapkan kebijakan buyback saham tanpa RUPS ini, jika disetujui, dapat menjadi langkah strategis dalam menjaga daya saing dan stabilitas pasar modal Indonesia.