JAKARTA - Tahun 2024 menampilkan kontras menarik dalam kinerja investasi di sektor industri asuransi jiwa dan asuransi umum. Berdasarkan data terbaru, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) melaporkan pertumbuhan investasi sebesar 19,8% secara tahunan (year on year/YoY) yang mencapai Rp7,43 triliun pada industri asuransi umum. Sebaliknya, data dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengungkapkan adanya penurunan signifikan sebesar 24,8% (YoY) dengan total investasi menurun menjadi Rp23,91 triliun di sektor asuransi jiwa.
Faktor Utama Pembeda Investasi
Keberagaman dalam hasil investasi kedua sektor ini bukan tanpa alasan. Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) dan Praktisi Manajemen Risiko, Wahyudin Rahman, menyebutkan bahwa ada tiga faktor kunci yang menjadi pembeda kinerja investasi sektor asuransi jiwa dan umum.
Durasi dan Profil Aset Investasi:
Faktor pertama yang disebutkan oleh Wahyudin adalah perbedaan durasi portofolio investasi. "Asuransi jiwa cenderung memiliki portofolio investasi dengan durasi lebih panjang karena liabilitasnya bersifat jangka panjang," jelas Wahyudin dalam wawancara dengan Bisnis, Jumat (7/3/2025). Tren kenaikan suku bunga menyebabkan harga obligasi jangka panjang—yang banyak dimiliki oleh asuransi jiwa—mengalami koreksi lebih dalam. Di sisi lain, asuransi umum lebih terfokus pada instrumen dengan durasi pendek yang lebih likuid, membuat mereka lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan pasar.
Pengaruh Pasar Modal dan Eksposur Saham:
Pasar modal juga memainkan peranan penting dalam divergensi hasil investasi ini. Asuransi jiwa diketahui memiliki eksposur lebih besar terhadap saham dan reksadana berbasis saham. "Jika IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) mengalami tekanan, hasil investasi asuransi jiwa akan terdampak lebih signifikan," ungkap Wahyudin. Sebaliknya, sektor asuransi umum lebih konservatif, dengan mengalokasikan lebih banyak ke deposito dan obligasi jangka pendek serta instrumen pasar uang yang lebih stabil.
Dampak Perubahan Suku Bunga:
Faktor ketiga berkaitan dengan dampak perubahan suku bunga, yang lebih menguntungkan bagi asuransi umum. Kenaikan suku bunga yang terjadi umumnya berdampak negatif pada portofolio obligasi jangka panjang milik asuransi jiwa. "Namun, bagi asuransi umum, kenaikan suku bunga justru menguntungkan karena meningkatkan imbal hasil deposito dan obligasi jangka pendek yang mereka pegang," tambah Wahyudin.
Strategi Investasi yang Adaptif
Menanggapi tantangan ini, Wahyudin menekankan pentingnya mengadopsi strategi yang tepat untuk masing-masing sektor. Bagi industri asuransi jiwa, sangat dibutuhkan fleksibilitas dalam pengelolaan portofolio dengan cara menyesuaikan durasi investasi, serta diversifikasi ke aset yang lebih tahan terhadap volatilitas pasar. Selain itu, mempertimbangkan strategi lindung nilai (hedging) terhadap risiko suku bunga juga menjadi langkah bijak. "Menjadi lebih adaptif dapat membantu asuransi jiwa menghadapi pasar yang fluktuatif," jelasnya.
Sementara itu, asuransi umum tetap dapat mengedepankan strategi konservatif sembari menjajaki peluang eksplorasi yang lebih luas. "Asuransi umum bisa mempertahankan strategi konservatif, tetapi juga mulai mencari peluang investasi dengan return lebih baik, misalnya di sektor-sektor ekonomi yang masih prospektif, sambil tetap menjaga likuiditas," tutur Wahyudin.
Tren Investasi di Tahun 2024
Untuk memperjelas perbedaan ini, data juga menunjukkan bagaimana total investasi dalam kedua sektor ini bergerak sepanjang 2024. Asuransi umum mencatatkan total investasi sebesar Rp120,67 triliun, meningkat 5,9% (YoY). Di sisi lain, total investasi industri asuransi jiwa hanya tumbuh sedikit sebesar 0,2% (YoY) menjadi Rp541,40 triliun.
Instrumen Surat Berharga Negara (SBN) masih menjadi pilihan utama kedua industri, meski terdapat perbedaan pertumbuhan. Investasi SBN di sektor asuransi umum naik 16,72% (YoY) menjadi Rp41,71 triliun, dan investasi SBN asuransi jiwa meningkat 11,9% (YoY) menjadi Rp205,03 triliun.
Perbedaan lebih lanjut terlihat dalam alokasi saham dan reksadana. Industri asuransi jiwa menghadapi penurunan investasi saham sebesar 10,8% (YoY) ke angka Rp133,99 triliun, dan reksadana turun 10,6% (YoY) menjadi Rp69,68 triliun. Sebaliknya, penurunan investasi saham di asuransi umum lebih terkendali, yaitu hanya 4,6% (YoY) menjadi Rp5,04 triliun, dan reksadana turun tipis 0,7% (YoY) menjadi Rp22,31 triliun.
Dalam konteks penempatan deposito, industri asuransi jiwa mengalami penurunan 17,5% (YoY) menjadi Rp32,85 triliun, sementara asuransi umum menurun 10,3% (YoY) menjadi Rp23,25 triliun.
Perbedaan dalam hasil investasi antara industri asuransi jiwa dan umum pada tahun 2024 sekali lagi menegaskan pentingnya pemahaman yang mendalam terhadap dinamika pasar dan adopsi strategi yang tepat. Sementara sektor asuransi jiwa harus berupaya lebih adaptif terhadap perubahan pasar dan kondisi suku bunga, sektor asuransi umum dapat terus menjaga pendekatan konservatif sambil mengeksplorasi peluang baru di tengah ketidakpastian ekonomi.