Asa Hidup Tenang Petani Padang Halaban di Tengah Sengketa Tanah dengan PT SMART

Jumat, 07 Maret 2025 | 11:09:38 WIB
Asa Hidup Tenang Petani Padang Halaban di Tengah Sengketa Tanah dengan PT SMART

JAKARTA - Suasana tegang melingkupi masyarakat Desa Padang Halaban, Rantau Prapat, Sumatera Utara, selama beberapa hari terakhir. Konflik tanah dengan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART) mengancam keberlangsungan hidup dan tempat tinggal mereka. Berita baik datang pada Kamis (6/3/25) ketika eksekusi lahan yang direncanakan dibatalkan, setidaknya untuk sementara waktu.

Gambaran Umum

Di tengah ketidakpastian dan kecemasan, rasa syukur tampak dari senyum Samini, penduduk setempat yang telah lama menghuni tanah tersebut. "Karena kalau digusur, saya tidak tahu harus ke mana," tuturnya. Di usianya yang ke-77, Samini berharap tanah yang telah menjadi rumah selama puluhan tahun tetap menjadi penopang hidup di hari tua.

Di Kampung Baru Sidomukti, yang berdiri di atas lahan seluas 83,5 hektar itu, suasana kembali kondusif. Warga berbondong-bondong mengunjungi sekretariat kelompok tani untuk mencari tahu perkembangan terbaru. Meski eksekusi dibatalkan, warga tetap berjaga-jaga, mengantisipasi segala kemungkinan.

Perspektif Warga

Nenek Samini bukanlah satu-satunya yang merasa lega. Aan Sagita, warga lainnya, menyebutkan bahwa sebelumnya ada 17 unit alat berat siap di lokasi eksekusi. Namun, kini hanya tersisa satu unit, menunjukkan ketidakpastian tindakan lanjutan. Puluhan personil TNI yang sempat hadir dengan senjata lengkap juga telah ditarik mundur. Beberapa personel kepolisian masih berjaga untuk memastikan keamanan.

"Alhamdulillah, penggusuran tidak jadi dilakukan. Kami semua berharap bisa mati di tanah ini tanpa ada konflik yang menyiksa," ujar Samini dengan raut wajah penuh harap. Namun, Aan mangatakan bahwa surat resmi dari pengadilan terkait penundaan eksekusi belum diterima.

Upaya Polres Labuhan Batu

Sore itu, Polres Labuhan Batu mengundang warga untuk berbuka puasa bersama, namun tawaran itu tidak diterima. "Kami menolak dan memilih tetap berjaga-jaga. Tidak tahu apa motif di balik ini. Yang jelas kami tetap bertahan," tandas Aan, yang juga sekretaris Kelompok Tani Padang Halaban dan Sekitarnya (KTPHS).

Sementara itu, Kapolres Labuhan Batu, AKBP Bernard Malau belum memberikan tanggapan terkait kejadian ini. Namun, Kapolsek Aek Natas, AKP Parlando Napitupulu, mengonfirmasi kepada media bahwa eksekusi hari itu memang tidak dilanjutkan.


Suwardi, Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Sumut, turut mendukung perjuangan masyarakat Padang Halaban. Ia mengungkapkan, aparat kepolisian menawarkan iming-iming pemberian lahan bersertifikat di lokasi lain agar warga meninggalkan tanah mereka. Menurut Suwardi, masyarakat berhak mendapatkan kembali lahan yang telah menjadi konsesi perusahaan.

"Pasca-Lebaran, besar kemungkinan eksekusi dilanjutkan. Warga masih harus tetap waspada," imbuh Suwardi, yang sudah mendampingi masyarakat sejak 2010.

Analisis Independen

Peneliti dari Sajogjo Institute, Eko Cahyono, menyoroti fenomena ini sebagai wujud korporatokrasi, di mana negara berada dalam cengkeraman kepentingan korporasi. Eko menilai, sistem hukum yang ada cenderung tidak berpihak pada rakyat kecil. "Mistisisme hukum ini berbahaya, seolah hukum sudah adil dari sononya padahal kenyataannya tidak," ujarnya.

Eko juga menggarisbawahi sejarah masyarakat Padang Halaban yang harus diperhatikan, khususnya terkait pelanggaran HAM di masa lalu. "Keputusan hukum harus mempertimbangkan jejak sejarah ini, demi keadilan sosial," tambah Eko.

Sampai saat ini, PT SMART dan otoritas terkait belum memberikan solusi yang dinilai adil oleh masyarakat Desa Padang Halaban. Atmosfer kecemasan belum sepenuhnya sirna dari kampung ini. Namun, setidaknya, untuk sementara waktu, masyarakat dapat menarik napas lega dan melanjutkan kehidupan sehari-hari.

Dengan situasi saat ini, SMART dan pemerintah harus mempertimbangkan kesejahteraan warga, tidak hanya dari perspektif legal formalitas tetapi juga dari sudut pandang kemanusiaan. Sebagaimana diungkapkan Eko, "Kehidupan rakyat adalah prioritas. Masyarakat punya hak hidup di tanah leluhur mereka. Luas lahan yang mereka tinggali tak lebih dari 10% dari konsesi luas perusahaan."

Mereka berharap, suara dan asa untuk hidup tenang di tanah harapan tidak akan lagi terabaikan.

Terkini

Danantara Jadi Pilar Strategis Kemandirian Fiskal Indonesia

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:22 WIB

Hutama Karya Rayakan Harhubnas Dengan Jembatan Ikonik

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:21 WIB

Jasa Marga Tingkatkan Layanan Tol Cipularang Padaleunyi

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:19 WIB

Waskita Karya Garap Proyek Budidaya Ikan Nila

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:17 WIB