
JAKARTA – Harga minyak mentah dunia kembali mencatatkan lonjakan signifikan, menyentuh level tertinggi dalam beberapa minggu terakhir pada perdagangan. Penguatan harga ini dipicu oleh beberapa faktor, termasuk pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) dan meningkatnya optimisme pasar terhadap hasil negosiasi dagang antara AS dan China yang tengah berlangsung di London.
Minyak mentah Brent, patokan global, naik sebesar 57 sen atau 0,9% dan ditutup pada level US$ 67,04 per barel. Dalam sesi perdagangan, harga Brent sempat menyentuh angka US$ 67,12 per barel titik tertinggi sejak 28 April 2025. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga mengalami kenaikan sebesar 71 sen atau 1,1% menjadi US$ 65,29 per barel, yang merupakan level tertinggi.
Dolar AS Melemah, Dorong Harga Komoditas
Baca Juga
Salah satu pendorong utama lonjakan harga minyak adalah pelemahan nilai tukar dolar AS. Mata uang Negeri Paman Sam ini tercatat turun sebesar 0,3% pada hari yang sama. Melemahnya dolar menjadikan harga komoditas, termasuk minyak mentah, lebih murah bagi pembeli yang menggunakan mata uang selain dolar. Kondisi ini biasanya memicu peningkatan permintaan, yang pada gilirannya mendorong harga naik.
“Pelemahan dolar memberi ruang bagi harga minyak untuk kembali menguat, karena meningkatkan daya beli pembeli internasional,” ujar seorang analis energi dari firma riset global.
Harapan Tinggi pada Negosiasi AS-China
Selain pelemahan dolar, pasar global juga mendapat sentimen positif dari berlangsungnya negosiasi perdagangan antara Amerika Serikat dan China dua ekonomi terbesar dunia yang saat ini tengah digelar di London. Investor berharap pembicaraan tersebut dapat mengurangi ketegangan dagang yang telah lama membebani pertumbuhan ekonomi global.
“Sebagian besar penguatan harga minyak bersifat teknikal dan bisa dengan mudah terkoreksi jika tidak ada sentimen positif baru,” kata analis dari Ritterbusch and Associates, sebuah perusahaan konsultan energi. Ia menambahkan bahwa perkembangan pembicaraan antara AS dan China masih menjadi faktor kunci dalam menjaga tren kenaikan harga.
Sentimen pasar juga diperkuat oleh komunikasi langsung antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping, yang dilaporkan berbicara melalui telepon beberapa hari sebelum pertemuan resmi para pejabat kedua negara dimulai di London. Langkah diplomatik ini dinilai sebagai sinyal positif bagi tercapainya kesepakatan damai dagang dalam waktu dekat.
Data Ekonomi China Jadi Pertimbangan
Di tengah optimisme tersebut, pasar juga mencermati kondisi ekonomi China yang tengah mengalami perlambatan. Data bulan Mei menunjukkan ekspor China melambat ke titik terendah dalam tiga bulan terakhir, sementara indeks harga produsen mengalami deflasi yang mencapai titik terendah dalam dua tahun. Meskipun demikian, analis pasar dari IG, Tony Sycamore, menilai bahwa negosiasi AS-China bisa menjadi peredam tekanan dari data ekonomi tersebut.
“Ini bukan waktu yang ideal untuk minyak mentah, terutama ketika WTI sedang menguji batas atasnya dan nyaris menembus level teknikal US$ 65,” ujar Sycamore. Namun, ia menambahkan bahwa sentimen positif dari diplomasi perdagangan cukup kuat untuk menetralkan efek negatif dari data ekonomi China yang kurang menggembirakan.
Impor Minyak China Menurun
Di sisi lain, data terbaru menunjukkan bahwa impor minyak mentah China turun ke level harian terendah dalam empat bulan terakhir selama Mei. Penurunan ini disebabkan oleh jadwal pemeliharaan rutin yang dilakukan oleh kilang-kilang milik negara maupun swasta. Penurunan permintaan dari China sebagai salah satu konsumen minyak terbesar dunia ini sempat menimbulkan kekhawatiran di pasar.
Namun demikian, faktor ini belum cukup kuat untuk menahan laju penguatan harga. Ekspektasi tercapainya kesepakatan dagang AS-China tetap menjadi pendorong utama yang mendominasi sentimen pasar dalam beberapa hari terakhir.
Produksi OPEC Naik, Pasar Tetap Optimistis
Sementara itu, dari sisi suplai global, hasil survei menunjukkan bahwa produksi minyak mentah oleh negara-negara anggota OPEC meningkat pada bulan Mei 2025. Produksi mencapai 26,75 juta barel per hari, naik 150 ribu barel dibandingkan April. Kenaikan produksi terbesar tercatat berasal dari Arab Saudi, sementara Irak justru memangkas produksinya untuk menyeimbangkan pasokan yang sebelumnya berlebih.
Kenaikan produksi ini sempat menimbulkan spekulasi mengenai potensi oversupply di pasar global. Namun, hingga saat ini, optimisme terhadap perkembangan negosiasi dagang tetap menjadi penyeimbang utama yang mendorong harga minyak bertahan di level tinggi.
Prospek Harga Minyak ke Depan
Para analis memperkirakan bahwa harga minyak akan tetap berfluktuasi dalam jangka pendek, tergantung pada hasil pembicaraan antara AS dan China serta pergerakan nilai tukar dolar AS. Jika kedua negara berhasil mencapai kesepakatan substantif yang dapat mengakhiri perang dagang, maka harga minyak diperkirakan akan terus menguat hingga melewati batas teknikal berikutnya.
“Pasar saat ini sangat responsif terhadap berita-berita politik dan ekonomi global. Negosiasi dagang akan terus menjadi barometer utama bagi pergerakan harga minyak dalam beberapa pekan ke depan,” pungkas seorang analis pasar energi.
Kenaikan harga minyak dunia ke level tertinggi dalam beberapa minggu terakhir menunjukkan betapa sensitifnya pasar terhadap faktor eksternal, mulai dari pelemahan dolar hingga negosiasi perdagangan internasional. Meskipun ada tekanan dari sisi data ekonomi dan peningkatan produksi OPEC, keyakinan terhadap tercapainya kesepakatan dagang antara AS dan China terus menjadi sentimen dominan yang menjaga stabilitas harga minyak di pasar global.

Sindi
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
PLTS Dorong Pemanfaatan Energi Bersih di Indonesia
- 08 September 2025
2.
Terumbu Karang PLTU Batang Dukung Ekowisata
- 08 September 2025
3.
ULTIMA PLN Icon Plus Permudah Home Charging EV
- 08 September 2025
4.
Kilang Cilacap Tingkatkan Budaya Keselamatan Kerja
- 08 September 2025
5.
KUR BRI 2025 Tawarkan Angsuran Ringan Mudah
- 08 September 2025