Batalnya Lapangan Voli Pantai Sebagai Venue Porprov Jatim 2025: LIRA Soroti Kurangnya Komunikasi

Batalnya Lapangan Voli Pantai Sebagai Venue Porprov Jatim 2025: LIRA Soroti Kurangnya Komunikasi

JAKARTA - Kabar batalnya lapangan bola voli pantai di area GOR Ken Arok sebagai salah satu venue untuk Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) IX Jawa Timur 2025 menjadi sorotan publik. Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) angkat bicara terkait keputusan ini yang dinilai kurang melibatkan pihak penting dalam koordinasi, seperti Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Malang.

LIRA Kritisi Kurangnya Koordinasi

Wakil Wali Kota LIRA, A.A Huda, menyoroti bahwa KONI Kota Malang seharusnya dilibatkan lebih dalam pembahasan terkait venue ini, terutama dalam hal memberikan pertimbangan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Malang melalui Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar). "Harusnya kan Disporapar banyak koordinasi dengan KONI. Apalagi batalnya venue itu berkaitan langsung dengan teknis penyelenggaraan sebuah olahraga," ucap Huda dalam wawancara dengan media, Senin (10/3/2025).

Huda menegaskan bahwa batalnya sebuah venue adalah masalah teknis yang seharusnya dapat dikoordinasikan dan dipecahkan bersama antara Disporapar dan KONI. Apalagi, permasalahan yang terjadi berkaitan dengan spesifikasi pasir yang konon tidak sesuai dengan standar. "KONI seharusnya juga paham soal aturan yang saat ini diributkan menjadi alasan keruwetan batalnya venue itu," tambahnya.

Pentingnya Persiapan dan Alternatif Solusi

Huda juga menekankan pentingnya persiapan dan komunikasi yang baik dari awal. Menurutnya, seandainya KONI Kota Malang menyampaikan masalah spesifikasi pasir lebih dulu kepada Disporapar, hal tersebut bisa dicegah. "Ini kan soal persiapan. Kalau seandainya KONI Kota Malang menyampaikan masalah spesifikasi pasir lebih dulu kepada Disporapar, seharusnya hal itu dapat dicegah. Karena tentu ada rekomendasi-rekomendasi lain yang bisa dilakukan sebagai persiapan lebih awal," jelasnya.

Ia juga menyarankan bahwa ada alternatif penggunaan pasir lain yang mungkin bisa digunakan. "Apalagi informasinya pasir itu hanya perlu dilakukan pengayaan agar speknya bisa jadi sesuai dan dapat digunakan untuk event," katanya. Hal ini menunjukkan bahwa masalah teknis sebenarnya bisa diatasi jika ada perencanaan yang matang.

Implikasi Anggaran dan Komunikasi

Keputusan untuk membatalkan venue tersebut juga berdampak pada anggaran yang telah disiapkan. Huda menyayangkan penggunaan anggaran yang sudah mencapai lebih dari Rp 1 Miliar. "Kalau anggaran tidak siap pun, bisa disampaikan lebih awal, sehingga tidak ada kesan untuk dipaksakan. Ini sudah menelan anggaran Rp 1 Miliar lebih, meski tidak percuma, itu adalah uang besar yang tidak bisa dihamburkan begitu saja," ucapnya.

Lebih lanjut, Huda menduga bahwa ada komunikasi yang kurang baik antara Disporapar dan KONI Kota Malang. "Hingga membuat informasi yang berkaitan dengan hal teknis seperti itu tidak tersampaikan," tambah Huda. Dugaan ini memperkuat pandangannya mengenai pentingnya komunikasi yang efektif antara kedua pihak untuk memastikan setiap aspek teknis dapat diatasi sebelum keputusan diambil.

Konklusi

Batalnya lapangan voli pantai sebagai salah satu venue Porprov Jatim 2025 membuka diskusi penting tentang bagaimana koordinasi dan komunikasi antara pemangku kebijakan olahraga di tingkat lokal dan provinsi sangat diperlukan. Dalam hal ini, LIRA menekankan bahwa setiap keputusan terkait penyelenggaraan harus melibatkan pihak-pihak yang memiliki kewenangan dan pengetahuan teknis, seperti KONI Kota Malang, untuk menghindari pemborosan anggaran dan memastikan penyelenggaraan berjalan mulus.

Kedepannya, pelajaran dari insiden ini bisa menjadi fondasi bagi semua pihak yang terlibat untuk lebih proaktif dan terbuka dalam berdiskusi, terutama tentang aspek teknis dan kebutuhan mendesak lainnya. Dengan demikian, proyek besar seperti Porprov Jatim dapat terlaksana dengan sukses dan membawa manfaat jangka panjang bagi pembangunan olahraga di Jawa Timur.