Kamis, 11 September 2025

IHSG Anjlok dalam Sepekan, Ketidakstabilan Kinerja Asuransi Jiwa Terdampak

IHSG Anjlok dalam Sepekan, Ketidakstabilan Kinerja Asuransi Jiwa Terdampak
IHSG Anjlok dalam Sepekan, Ketidakstabilan Kinerja Asuransi Jiwa Terdampak

JAKARTA  - Sejak awal tahun 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan yang signifikan, tercatat turun sebanyak 7,91% secara Year to Date (YtD). Fenomena ini tidak hanya mempengaruhi para pelaku pasar, tetapi juga memperlihatkan dampaknya pada industri asuransi jiwa, terutama yang memiliki eksposur tinggi pada pasar saham. Salah satunya adalah produk yang terkait dengan unitlink.

Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko, dan GCG Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Fauzi Arfan, menerangkan bahwa penurunan IHSG lebih berdampak pada produk unitlink karena adanya eksposur yang sangat tinggi terhadap pasar saham. Namun, dampak ini lebih dirasakan oleh pemegang polis daripada perusahaan asuransi itu sendiri. "Kalau perusahaan jualannya produk-produk yang taruhnya di IHSG, ya ada dampaknya. Tapi itu biasanya terjadi pada produk tradisional yang memang memiliki eksposur ke saham," kata Fauzi dalam konferensi pers laporan kinerja AAJI 2025 baru-baru ini.

Ketahanan dan Penyesuaian Industri

Fauzi menambahkan, meskipun unitlink terkena dampak dari fluktuasi pasar saham, produk ini sebenarnya dirancang dengan fasilitas switching yang memungkinkan pemegang polis mengalihkan investasi ke instrumen lain yang lebih stabil. Ini menjadi solusi mitigasi risiko bagi para nasabah dalam menghadapi ketidakstabilan pasar.

Di tengah kondisi IHSG yang menurun, Fauzi juga menyoroti pentingnya peran industri asuransi dalam menjaga likuiditas pasar modal. Dikatakannya, meskipun pasar sedang mengalami kemerosotan, perusahaan asuransi umumnya tidak serta-merta menarik dana secara besar-besaran dari pasar saham. "Kami ingin unitlink tetap punya dampak positif bagi pasar modal, terutama saham," tambah Fauzi. Menurutnya, perusahaan asuransi cenderung melakukan investasi untuk jangka panjang, bukan untuk spekulasi jangka pendek.

Statistik dan Fenomena Investasi

Sepanjang tahun 2024, nilai total investasi dari industri asuransi jiwa mencapai Rp 541,40 triliun dengan pertumbuhan tipis sebesar 0,2% secara tahunan. Namun, investasi pada instrumen saham mengalami penurunan sebanyak 10,8%, senilai Rp 133,99 triliun. Sementara itu, instrumen reksadana juga mencatat penurunan 10,6% dengan total nilai Rp 69,68 triliun.

Signifikansi lainnya terlihat pada Surat Berharga Negara (SBN), yang meningkat sebesar 11,9% secara YoY dengan nilai Rp 205,03 triliun. Kontribusi instrumen ini mencakup 37,9% dari total investasi, menandakan pergeseran minat ke instrumen yang lebih stabil.

Strategi Pemain Asuransi

PT MSIG Life Insurance Indonesia Tbk (LIFE) mengamati tren ini dengan peluang baru dari kenaikan yield obligasi pemerintah, yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan strategi investasi mereka. Head of Investment MSIG Life, Epsen Halim, menjelaskan bahwa diversifikasi portofolio menjadi kunci untuk menghadapi volatilitas pasar. “Peluang dari kenaikan yield obligasi pemerintah, terutama pada tenor panjang, dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan alokasi investasi pada aset dengan imbal hasil lebih tinggi dan risiko lebih rendah,” ujar Epsen.

Di sisi lain, PT Asuransi Ciputra Indonesia (Ciputra Life) juga memaparkan strategi mereka dalam mengelola investasi di tengah kondisi pasar saat ini. President Director Ciputra Life, Hengky Djojosantoso, menekankan bahwa meskipun sentimen pasar jangka pendek dipengaruhi oleh berbagai faktor, fundamental jangka panjang lebih menentukan pergerakan pasar. "Namun, kami juga selalu mencermati pergerakan dan dinamika di pasar saham," ujarnya.

Pandangan Pengamat dan Arahan Masa Depan

Pengamat Asuransi, Irvan Rahardjo, memperkirakan bahwa produk unitlink akan mengalami kinerja yang kurang optimal di tahun 2025 akibat penurunan IHSG. Ia menekankan pentingnya penyesuaian portofolio untuk para nasabah agar beralih ke instrumen investasi yang lebih aman seperti pendapatan tetap dan deposito.

"Nasabah atau masyarakat sebaiknya tidak mendiversikasikan produk unitlink di instrumen saham," tutur Irvan, mengingatkan tentang risiko tinggi dari fluktuasi pasar saham. Irvan juga menyoroti aksi jual asing dan ketidakstabilan geopolitik sebagai faktor-faktor yang menurunkan performa saham-saham big caps, terutama bank.

Menghadapi situasi yang penuh tantangan ini, perusahaan asuransi jiwa dianggap perlu melakukan penyesuaian biaya dan memberikan fleksibilitas lebih dalam produk mereka. Irvan menilai, edukasi tentang risiko dan manfaat dari investasi unitlink dapat meningkatkan pemahaman masyarakat secara lebih baik ke depannya.

Wahyu

Wahyu

teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Bank Jatim Pacu Kinerja dengan Strategi Tiga Fokus Utama

Bank Jatim Pacu Kinerja dengan Strategi Tiga Fokus Utama

BTN Pastikan Operasional Bank Syariah Nasional Sebelum 2026

BTN Pastikan Operasional Bank Syariah Nasional Sebelum 2026

Harga Emas Antam Hari Ini Mencapai Level Rekor

Harga Emas Antam Hari Ini Mencapai Level Rekor

Saham Pilihan Hari Ini, Pantau Rekomendasi IHSG 2025

Saham Pilihan Hari Ini, Pantau Rekomendasi IHSG 2025

11 Peluang Bisnis Pelajar SMA Agar Uang Jajan Tambah

11 Peluang Bisnis Pelajar SMA Agar Uang Jajan Tambah