Kamis, 11 September 2025

Direktorat Jenderal Pajak Hapus Sanksi Administratif Terkait Implementasi Coretax: Langkah Strategis dalam Mendukung Transformasi Digital Pajak

Direktorat Jenderal Pajak Hapus Sanksi Administratif Terkait Implementasi Coretax: Langkah Strategis dalam Mendukung Transformasi Digital Pajak
Direktorat Jenderal Pajak Hapus Sanksi Administratif Terkait Implementasi Coretax: Langkah Strategis dalam Mendukung Transformasi Digital Pajak

JAKARTA - Dalam langkah progresif untuk mendukung transformasi digital sistem perpajakan di Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan telah mengeluarkan surat Keputusan Dirjen Pajak Nomor 67/PJ/2025 pada 27 Februari 2025. Keputusan ini diambil guna menghapus sanksi administratif terkait implementasi sistem Coretax, satu langkah penting yang bertujuan memfasilitasi wajib pajak dalam masa transisi menuju digitalisasi penuh sistem perpajakan nasional.

Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, menjelaskan bahwa penghapusan sanksi ini mencakup sejumlah keterlambatan dalam pembayaran atau penyetoran pajak serta pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) yang disebabkan oleh perubahan dalam sistem perpajakan. "Penghapusan sanksi administratif ini merupakan bagian dari perwujudan semangat kemudahan berusaha dan memberikan masa adaptasi bagi wajib pajak," ujar Dwi Astuti.

Kebijakan Hapus Sanksi untuk Beragam Jenis Pajak

Keputusan ini mencakup beberapa jenis pajak strategis yang sering menjadi beban bagi wajib pajak. Kebijakan ini spesifik meliputi keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak pada empat jenis pajak, yakni:

1. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) kecuali pengalihan tanah/bangunan untuk masa pajak Januari 2025, serta PPh 15, 21, 22, 23, 25, dan 26.
2. PPh Pasal 4 ayat (2) atas pengalihan tanah/bangunan untuk masa pajak Desember 2024.
3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk masa pajak Januari 2025.
4. Bea Meterai untuk masa pajak Desember 2024 dan Januari 2025.

Selain itu, untuk keterlambatan pelaporan SPT, penghapusan sanksi berlaku pada lima jenis pajak, yaitu:

1. Penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 dan 26 serta SPT Masa Unifikasi untuk masa pajak Januari, Februari, dan Maret 2025.
2. Pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak tanah/bangunan untuk masa pajak Desember 2024 hingga Maret 2025.
3. Pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tertentu dan PPh Pasal 25 untuk masa pajak Januari sampai Maret 2025.
4. Penyampaian SPT Masa PPN untuk masa pajak Januari hingga Maret 2025.
5. Penyampaian SPT Bea Meterai untuk masa pajak Desember 2024 hingga Maret 2025.

Tenggat Waktu yang Ditentukan

DJP telah memastikan bahwa untuk jenis pajak PPh dan bea meterai, pembayaran atau pelaporan dapat dilakukan pada bulan setelah masa pajak dengan batas waktu terakhir yang telah ditetapkan. Rinciannya: 31 Januari 2025 untuk masa pajak Desember 2024, 28 Februari 2025 untuk masa pajak Januari 2025, 31 Maret 2025 untuk masa pajak Februari 2025, dan 30 April 2025 untuk masa pajak Maret 2025.

Sementara itu, untuk jenis pajak PPN dan PPnBM, batas waktu pelaporan ditetapkan setiap tanggal 10 pada dua bulan setelah masa pajak: 10 Maret 2025 untuk masa pajak Januari 2025, 10 April 2025 untuk masa pajak Februari 2025, dan 10 Mei 2025 untuk masa pajak Maret 2025.

Implementasi dan Dampak bagi Wajib Pajak

Melalui kebijakan ini, DJP menegaskan bahwa bagi wajib pajak yang memenuhi syarat, tidak akan diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) terkait sanksi administratif. "Kami memahami tantangan yang dihadapi wajib pajak dalam masa transisi ini, sehingga STP yang telah diterbitkan sebelumnya akan ditiadakan otomatis," lanjut Dwi Astuti. Ini menunjukkan komitmen DJP dalam mendukung perubahan dengan memberikan dukungan penuh kepada wajib pajak selama transisi.

Strategi Mendukung Coretax dan Digitalisasi Perpajakan

Langkah penghapusan sanksi administratif ini menunjukkan kesiapan pemerintah Indonesia dalam menghadapi tantangan di era digital dan merupakan salah satu elemen penting dalam menjamin kesuksesan implementasi Coretax. Dengan sistem ini, diharapkan efisiensi pelaporan dan pembayaran pajak semakin meningkat, serta memberikan kepastian hukum bagi pelaksanaan kewajiban perpajakan di masa depan.

Sebagai penutup, Dwi Astuti menekankan bahwa transformasi digital sistem perpajakan adalah langkah yang tidak dapat dihindari. "Transformasi ini bukan hanya tentang perubahan teknologi, tetapi juga perubahan cara pandang dan kesiapan kita semua dalam menyongsong masa depan perpajakan yang lebih modern dan efisien."

Dalam kesimpulannya, kebijakan ini membawa angin segar bagi para wajib pajak dan diharapkan dapat menstimulasi kepatuhan serta meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak secara optimal. DJP mengundang seluruh wajib pajak untuk memanfaatkan kebijakan ini dengan sebaik mungkin dan berkomitmen untuk terus memberikan pelayanan yang terbaik dalam proses transisi ini.

Wahyu

Wahyu

teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Bank Jatim Pacu Kinerja dengan Strategi Tiga Fokus Utama

Bank Jatim Pacu Kinerja dengan Strategi Tiga Fokus Utama

BTN Pastikan Operasional Bank Syariah Nasional Sebelum 2026

BTN Pastikan Operasional Bank Syariah Nasional Sebelum 2026

Harga Emas Antam Hari Ini Mencapai Level Rekor

Harga Emas Antam Hari Ini Mencapai Level Rekor

Saham Pilihan Hari Ini, Pantau Rekomendasi IHSG 2025

Saham Pilihan Hari Ini, Pantau Rekomendasi IHSG 2025

11 Peluang Bisnis Pelajar SMA Agar Uang Jajan Tambah

11 Peluang Bisnis Pelajar SMA Agar Uang Jajan Tambah