Revisi UU Minerba: Polemik Tata Kelola Pertambangan di Indonesia dan Dampaknya
- Rabu, 19 Februari 2025

JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) menjadi Undang-Undang (UU) baru. Meski diharapkan membawa pembaruan dalam tata kelola sumber daya alam, revisi ini mengundang reaksi keras terutama dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), yang menyampaikan keprihatinan mendalam.
Aspek Kontroversial dalam Revisi UU Minerba
WALHI, sebagai organisasi yang berfokus pada isu lingkungan, mengkritisi proses penyusunan UU Minerba yang dinilai mengabaikan fungsi penting negara dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Disampaikan dalam rilis resminya melalui Optika.id, WALHI menilai perubahan dalam UU ini justru berpotensi membuka peluang bagi praktik-praktik penyimpangan.
"Alih-alih memperkuat kontrol negara dalam memastikan pengelolaan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan, perubahan ini justru membuka celah bagi penyimpangan yang dapat memperburuk kondisi sosial dan lingkungan di Indonesia," tulis WALHI dalam pernyataannya.
Perluasan Subjek Hukum dan Kontroversi Konsesi
Salah satu elemen kontroversial dalam revisi ini adalah perluasan subjek hukum yang berhak mendapatkan konsesi tambang. Subjek hukum yang kini meliputi badan usaha swasta, organisasi kemasyarakatan, dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menimbulkan pertanyaan besar tentang transparansi dan kapabilitas pengelolaan.
"Pemberian hak kepada ormas keagamaan untuk mengelola pertambangan menimbulkan pertanyaan serius tentang kapasitas institusional dan transparansi pengelolaan sumber daya alam," jelas WALHI lebih lanjut.
Tantangan Konflik Sosial dan Pengawasan
Isu lain yang tidak kalah pentingnya adalah potensi konflik sosial yang mungkin meningkat. Dalam sektor pertambangan Indonesia, konflik sosial yang berujung kriminalisasi masyarakat telah menjadi isu mendasar yang menggantung tanpa penyelesaian.
"Perubahan ini juga tidak menyelesaikan masalah mendasar yang sudah lama mengakar dalam sektor pertambangan Indonesia, seperti konflik sosial yang berujung pada kriminalisasi masyarakat," tambah WALHI.
WALHI juga mengkritik lemahnya mekanisme pengawasan dalam perubahan UU Minerba ini. Liberalisasi yang ditawarkan tanpa peningkatan pengawasan hanya akan mempersempit peran negara dalam mengontrol eksploitasi sumber daya.
Dampak Ekologis dari Eksploitasi Tambang
Eksploitasi tambang memiliki dampak lingkungan yang serius, dan menurut WALHI, perubahan dalam UU Minerba mengabaikan permasalahan ini. Aktivitas pertambangan yang tidak terkontrol dapat memperburuk deforestasi, pencemaran air, dan kerusakan ekosistem.
"Aktivitas pertambangan, terutama di sektor batubara dan mineral logam, telah menyebabkan deforestasi yang masif, pencemaran air, dan kerusakan ekosistem," tegas WALHI.
Kritik terhadap Ketidakselarasan dengan Prinsip Keberlanjutan
WALHI merasa revisi ini bertentangan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan yang tercantum dalam UUD 1945. UUD mengamanatkan pengelolaan sumber daya alam dengan tujuan kesejahteraan masyarakat, tetapi perubahan ini dianggap lebih mendukung eksploitasi daripada keberlanjutan.
Tanggapan Pemerintah
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, memberikan apresiasi terhadap revisi ini. Menurutnya, penyesuaian UU Minerba bertujuan untuk memperbaiki tata kelola tambang demi memajukan perekonomian Indonesia dan mempercepat industrialisasi berbasis sumber daya alam.
Langkah ini sejalan dengan harapan pemerintah untuk menjadikan sektor pertambangan sebagai penggerak utama ekonomi, serta memastikan manfaat pertambangan dapat dinikmati secara adil oleh seluruh rakyat.
Seruan untuk Peninjauan Kembali
Mengingat dampak signifikan yang mungkin timbul akibat perubahan ini, WALHI mengingatkan pentingnya peninjauan kembali UU Minerba tersebut. Dengan kebijakan yang tergesa-gesa dan kurangnya pertimbangan terhadap dampak jangka panjang, tata kelola pertambangan yang rapuh hanya akan semakin memburuk. Oleh karena itu, WALHI mendesak pemerintah dan DPR untuk memprioritaskan keberlanjutan lingkungan serta kesejahteraan sosial dalam setiap kebijakan sumber daya alam.

David
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Jakarta Masuk Daftar Kota dengan Transportasi Umum Terbaik
- 09 September 2025
2.
Kementerian ESDM Tambah 3 Pembangkit Gas Murah di Batam 2025
- 09 September 2025
3.
Proyek Tol IKN Seksi 1B Tembus Progres 16 Persen, Lampaui Target
- 09 September 2025
4.
Jadwal KA Prameks Jogja Kutoarjo, Pilihan Hemat Kereta Api Harian
- 09 September 2025
5.
8 Pilihan Mobil Listrik 2025 dengan Sunroof, Modern dan Terjangkau
- 09 September 2025