
JAKARTA - Diskursus mengenai pemekaran wilayah kembali mengemuka di ruang publik. Aspirasi masyarakat yang menginginkan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) semakin menguat, namun hingga kini masih terbentur pada kebijakan moratorium yang berlaku sejak 2014. Kondisi ini menimbulkan desakan agar pemerintah segera menuntaskan regulasi turunan yang menjadi dasar hukum penataan daerah.
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan pentingnya pemerintah segera menerbitkan dua peraturan pemerintah (PP) yang menjadi indikator pembentukan DOB. Dua aturan itu, yaitu PP tentang Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) dan PP tentang Penataan Daerah, sejatinya sudah lama diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Kebijakan Komisi II DPR RI yang kebetulan pada periode ini diamanahkan kepada kami dari Fraksi NasDem untuk menjadi ketua. Kami sedang mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan kedua PP tersebut,” ujar Rifqinizamy dalam Focus Group Discussion (FGD) di Gedung DPR RI, Selasa (30 September 2025).
Baca Juga
Aspirasi Pemekaran yang Menumpuk
Menurut Rifqinizamy, hingga kini tercatat lebih dari 370 usulan pembentukan DOB yang masuk ke pemerintah dan DPR. Jumlah ini menunjukkan betapa kuatnya keinginan masyarakat di berbagai daerah untuk memiliki pemerintahan yang lebih dekat dengan mereka.
Namun, tanpa adanya aturan turunan yang jelas, seluruh usulan tersebut sulit diproses karena moratorium masih berlaku. “PP tersebut gunanya adalah untuk menjadi indikator bagi layak tidaknya seluruh usulan Daerah Otonomi Baru,” jelasnya.
Ia menekankan, keberadaan PP Desartada dan Penataan Daerah akan menjadi kunci agar setiap usulan pemekaran dapat dinilai secara objektif. Dengan demikian, pemerintah dapat memilah usulan mana yang realistis dan memenuhi syarat kemandirian fiskal, sehingga tidak menambah beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menjawab Keterbatasan Moratorium
Rifqinizamy berpandangan bahwa moratorium yang diberlakukan sejak 2014 tidak bisa selamanya dijadikan alasan untuk menahan pembentukan DOB. Menurutnya, kebijakan itu hanya berbasis surat edaran Kementerian Dalam Negeri, sedangkan penataan daerah merupakan amanat undang-undang yang berlaku.
“Kalau PP itu selesai, maka kita tidak mengenal lagi istilah moratorium. Seluruh usulan itu akan dinilai dengan indikator yang tetap, agar nanti begitu menjadi provinsi, kabupaten, atau kota yang baru, dia betul-betul bisa melakukan pelayanan publik dengan baik dan memiliki kemandirian fiskal sendiri tanpa menjadi beban baru bagi APBN,” tutur Rifqinizamy.
Dengan demikian, kehadiran aturan turunan bukan hanya memberi kepastian hukum, tetapi juga membuka jalan agar aspirasi masyarakat tidak lagi terkatung-katung. “Aspirasi masyarakat harus kita dengar, dan tidak boleh kita ambangkan. Karena ini sudah terlalu banyak, menurut saya DPR dan pemerintah harus segera memberi kepastian,” tegasnya.
Usulan Menggunung di Kemendagri
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sendiri mencatat, hingga April 2025 terdapat 341 usulan pembentukan DOB. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik, menyebutkan bahwa usulan tersebut mencakup permintaan pembentukan provinsi, kabupaten, kota, hingga daerah istimewa dan khusus baru.
Fenomena ini menunjukkan adanya dorongan kuat dari daerah untuk lebih mandiri dan dekat dengan pusat layanan publik. Namun, tanpa aturan main yang jelas, proses pemekaran justru berpotensi menimbulkan persoalan baru, seperti ketergantungan fiskal maupun lemahnya tata kelola.
Penyeimbang Antara Aspirasi dan Kapasitas Negara
Sejatinya, pembentukan DOB tidak hanya soal memenuhi aspirasi daerah, tetapi juga memastikan kesiapan dalam aspek keuangan, sumber daya manusia, dan tata kelola pemerintahan. Jika hanya mengejar pemekaran tanpa kesiapan, daerah baru bisa menjadi beban ketimbang solusi.
Oleh karena itu, PP Desartada dan PP Penataan Daerah berfungsi sebagai filter. Aturan ini akan menetapkan standar yang obyektif, mulai dari jumlah penduduk, luas wilayah, potensi ekonomi, hingga kapasitas fiskal. Dengan begitu, pemekaran tidak lagi sekadar didorong oleh kepentingan politik sesaat, tetapi benar-benar berorientasi pada pelayanan publik dan kemandirian daerah.
Momentum Bagi Pemerintah
Desakan dari DPR ini diharapkan menjadi momentum bagi pemerintah untuk segera menuntaskan pekerjaan rumah dalam penataan daerah. Apalagi, semakin lama regulasi ini tertunda, semakin banyak aspirasi masyarakat yang menunggu kepastian.
“Moratorium pemekaran daerah yang berlaku sejak 2014 seharusnya tidak boleh menghalangi pemerintah melaksanakan amanat undang-undang. Penataan daerah adalah perintah dari undang-undang yang berlaku saat ini,” kata Rifqinizamy menekankan.
Harapan Akhir
Jika PP tersebut segera terbit, proses penilaian usulan pemekaran akan lebih transparan dan akuntabel. Masyarakat pun memiliki tolok ukur jelas, apakah usulan mereka layak dilanjutkan atau tidak. Dengan begitu, pemekaran yang terjadi benar-benar berkualitas, membawa manfaat nyata, dan tidak menimbulkan masalah fiskal baru.
Lebih dari sekadar penambahan wilayah administrasi, pembentukan DOB adalah soal mendekatkan layanan publik, meningkatkan kesejahteraan, serta memperkuat struktur pemerintahan daerah. Karena itu, kepastian regulasi menjadi langkah penting agar mimpi banyak daerah di Indonesia bisa diwujudkan dengan cara yang tepat.

Aldi
teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Kapolri Pimpin Sertijab Intelkam-Brimob, Tekankan Regenerasi dan Adaptasi
- Rabu, 01 Oktober 2025
Cek Daftar Penerima Bansos Beras 10 Kg Oktober 2025 Online Lewat Website Resmi
- Rabu, 01 Oktober 2025
Terpopuler
1.
5 Pilihan Rumah Murah Strategis di Kabupaten Tegal 2025
- 01 Oktober 2025
2.
Rumah Subsidi Berkualitas Dengan Sertifikat Hijau 2025
- 01 Oktober 2025
3.
Logistik MotoGP Mandalika 2025 Tiba Lancar Di Lombok
- 01 Oktober 2025
4.
5.
Rekrutmen PLN 2025 Buka Peluang Karier Nasional Terbaru
- 01 Oktober 2025