Sepak Bola dan Warna Kulit: Perspektif Hamdan Hamedan dan Dinamika Naturalisasi Pemain

Kamis, 06 Maret 2025 | 11:10:12 WIB
Sepak Bola dan Warna Kulit: Perspektif Hamdan Hamedan dan Dinamika Naturalisasi Pemain

JAKARTA - Dalam dunia olahraga terutama sepak bola, perdebatan tentang keberagaman dan inklusi kerap kali mencuat. Penasihat Strategi Kebijakan Kemenpora, Hamdan Hamedan, mengemukakan pandangannya mengenai isu tersebut dalam sebuah unggahan di Instagram pada Rabu (5/3/2025). Hamdan, yang telah memberikan izin kepada Tribunnews untuk mengutip pernyataannya, menegaskan bahwa sepak bola seharusnya tidak memandang perbedaan warna kulit, mata, atau rambut, tetapi lebih kepada kemampuan bermain alias skill.

“Sepak bola itu tak ada urusannya sama warna kulit, warna mata, atau warna rambut. Yang penting skill mainnya,” ucap Hamdan melalui akun Instagram pribadinya, @hamdan.hamedan. Pernyataannya ini sontak mendapatkan perhatian luas dari publik, terutama di tengah diskusi hangat mengenai proses naturalisasi pemain yang dilakukan oleh PSSI.

Melanjutkan pandangannya, Hamdan menyamakan sepak bola dengan musik. "Sama kayak musik—tak peduli musikusnya berambut pirang, hitam, atau biru, yang penting musiknya enak didengar," imbuhnya. Analoginya ini mengisyaratkan bahwa estetika dan kemampuan dalam sepak bola tidak berkaitan dengan atribut fisik, melainkan talenta dan kerja keras.

Sikap Hamdan dalam menekankan pentingnya kemampuan bermain dibanding atribut fisik sejalan dengan semakin inklusifnya arena sepak bola yang mulai banyak merangkul pemain dari berbagai latar belakang. Di sisi lain, proses naturalisasi yang dilakukan oleh PSSI terus mengundang kontroversi, terutama ketika diolah dalam agenda kebijakan pemerintah.

Eugenics dan Keberlanjutan Evolutionary Skill Building

Salah satu poin krusial yang disorot Hamdan adalah penolakan terhadap eugenics dalam sepak bola. Eugenics, konsep yang kontroversial semenjak kemunculannya, bertujuan untuk "meningkatkan" kualitas genetik melalui seleksi reproduksi. Hamdan menentang ide ini dengan keras dan menegaskan bahwa fokus seharusnya ditempatkan pada pembinaan dan pelatihan, bukan pada manipulasi genetik.

“Apalagi perkawinan rekayasa demi 'keturunan unggul'. Yang penting bukan 'benihnya', tapi bagaimana bibitnya dibina—skill ditempa, kerja keras dilatih, dan kecerdasan bermain di lapangan diasah,” jelas Hamdan.

Pernyataan ini tidak hanya relevan dalam konteks sepak bola tetapi juga dalam arah kebijakan dan pelatihan atlet di berbagai cabang olahraga. Membina talenta sejak dini dengan sistem yang baik menjadi kunci agar atlet dapat menunjukkan kemampuan terbaik mereka.

Naturalisasi dan Tantangan Integrasi

Tidak dapat dipungkiri bahwa pernyataan Hamdan muncul bersamaan dengan rapat bersama Komisi X DPR RI yang membahas proses naturalisasi tiga pemain, yakni Emil Audero, Dean James, dan Joey Pelupessy. Di rapat tersebut, anggota Komisi X dan musisi, Ahmad Dhani, memberikan usulan yang dinilai sejumlah pihak sebagai rasis. Meski terang-terangan mendukung program naturalisasi, usulan Dhani memicu kontroversi dan sorotan dari warganet atas sensitivitas dalam penggunaan bahasa ketika menanggapi isu keberagaman.

Proses naturalisasi ini dipandang sebagai langkah penting untuk memperkuat timnas Indonesia dengan memasukkan pemain Indonesia yang lahir atau tumbuh di luar negeri. Namun, tantangan integrasi tidak hanya sebatas pada keputusan administratif atau legal formal, tetapi juga dalam memastikan tidak adanya diskriminasi atau perbedaan pengakuan terhadap pemain naturalisasi dibanding pemain lokal.

Hamdan sendiri diketahui pernah berperan sebagai utusan PSSI untuk mengurus pemain keturunan Indonesia di luar negeri yang akan dinaturalisasi. Dengan pengalaman tersebut, ia paham betul tantangan yang dihadapi dalam proses ini serta pentingnya pendekatan yang inklusif dan berorientasi pada keahlian pemain.

Menghadapi Masa Depan Sepak Bola yang Inklusif

Diskursus mengenai inklusivitas, kemampuan, dan keberagaman dalam sepak bola serta cabang olahraga lainnya, adalah tanda bahwa masyarakat semakin peka terhadap isu-isu kebhinekaan. Dalam era globalisasi ini, sepak bola selain sebagai olahraga juga menjadi media pemersatu yang mampu melampaui batas-batas kewarganegaraan atau identitas etnis.

Pernyataan Hamdan Hamedan mengingatkan kita bahwa dalam mengejar prestasi di tingkat internasional, yang perlu ditekankan adalah kualitas pelatihan dan kesiapan mental para atlet. Dukungan dari kebijakan pemerintah dan badan sepak bola menjadi vital dalam menciptakan lingkungan yang kondusif agar pemain dari berbagai latar belakang dapat berkembang maksimal.

Dengan demikian, dorongan menuju pembinaan berbasis skill yang diajukan Hamdan bisa menjadi langkah positif untuk mengatasi masalah rasial, dan dapat menjadi pembelajaran bagi negara-negara lain yang menghadapi tantangan serupa. Sepak bola, dengan segala keunikan dan daya tariknya, dapat menjadi cermin dari masyarakat yang lebih inklusif dan menghargai perbedaan.

Terkini

Danantara Jadi Pilar Strategis Kemandirian Fiskal Indonesia

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:22 WIB

Hutama Karya Rayakan Harhubnas Dengan Jembatan Ikonik

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:21 WIB

Jasa Marga Tingkatkan Layanan Tol Cipularang Padaleunyi

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:19 WIB

Waskita Karya Garap Proyek Budidaya Ikan Nila

Rabu, 10 September 2025 | 18:30:17 WIB