JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menghadapi tantangan berat dalam pelaksanaan ibadah haji tahun ini, mengingat terbatasnya jumlah tenaga kesehatan yang tersedia untuk mendampingi ribuan jemaah Indonesia. Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Agama (Kemenag), Liliek Marhaendro Susilo, mengungkapkan bahwa kuota tenaga kesehatan yang tersedia hanya mampu menjangkau sebagian kecil kebutuhan di lapangan.
Secara tradisional, setiap kloter jemaah yang berangkat dipastikan mendapatkan pendampingan dari tiga tenaga kesehatan, terdiri dari satu orang dokter dan dua perawat. Namun, tahun ini, perubahan drastis terjadi dengan hanya satu tenaga kesehatan disediakan untuk setiap kloter. Dengan total 525 kloter pada tahun ini, hanya 525 tenaga kesehatan yang siap ditugaskan. Ini berarti satu tenaga kesehatan harus merangkap tanggung jawab yang sebelumnya ditangani lebih banyak orang.
"Jika jumlah tenaga kesehatan terbatas, layanan kesehatan di Mekah dan Madinah akan dikurangi. KKHI Mekah hanya akan beroperasi untuk menangani jemaah dengan gangguan kesehatan jiwa, sementara layanan di Mina dan Arafah akan sangat terbatas," jelas Liliek saat memberikan laporan di depan Komisi VIII DPR RI.
Kondisi ini menuntut perencanaan dan strategi penanganan kesehatan yang lebih baik dan terukur agar semua jemaah bisa mendapatkan pelayanan yang optimal meski dengan tenaga yang terbatas. Salah satu langkah yang diusulkan adalah melibatkan tenaga kesehatan dari daerah pada kuota jemaah. Langkah ini diharapkan dapat menjadi solusi efektif untuk mengisi kekurangan tenaga kesehatan di tempat-tempat penting selama pelaksanaan ibadah haji.
Selain itu, penurunan kuota tenaga kesehatan haji juga terlihat di Arab Saudi. Berdasarkan data, jumlah tenaga kesehatan menurun secara signifikan dari sebelumnya 306 orang menjadi hanya 75 orang tahun ini. Penurunan ini berdampak langsung pada kualitas dan kapasitas layanan kesehatan yang bisa diberikan, mengharuskan rencana dan penanganan strategis yang lebih matang. Dengan demikian, jemaah yang mengalami penyakit tertentu berpotensi langsung dirujuk ke rumah sakit yang ada di Arab Saudi untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut dan optimal.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, termasuk tekanan untuk memastikan layanan kesehatan yang cukup, Kemenkes serta Kemenag terus berupaya mencari jalan keluar agar pelayanan haji bisa tetap berlangsung dengan aman dan tertib. "Kami berharap petugas haji daerah bisa diperkuat dengan tenaga kesehatan agar dapat membantu pelayanan kesehatan di Arab Saudi," tambah Liliek.
Pemerintah pun diharapkan dapat terus melakukan koordinasi lebih lanjut dengan berbagai pihak terkait, baik dalam negeri maupun otoritas kesehatan di Arab Saudi, guna menjamin standarisasi pelayanan kesehatan yang tinggi dan kesiapan dalam menghadapi berbagai potensi masalah selama pelaksanaan haji. Terlebih, kesehatan para jemaah menjadi prioritas utama dalam menjamin kekhusyukan dan kenyaman mereka selama menjalankan ibadah di tanah suci.
Seiring upaya yang dilakukan, pemerintah terus memastikan bahwa prosedur kesehatan dan pelayanan medis telah disesuaikan dengan protokol kesehatan yang berlaku. Pelatihan dan pendampingan tambahan bagi tenaga kesehatan juga ditekankan sebagai bagian dari strategi keseluruhan untuk menjawab segala bentuk kekhawatiran terkait keterbatasan tenaga kesehatan.
Langkah-langkah terstruktur dan solusi potensial terus digalakkan oleh Kemenkes dan Kemenag sebagai wujud komitmen untuk memberikan layanan terbaik bagi setiap jemaah haji yang ada. Tantangan ini menjadi bahan pemikiran dan langkah konkrit untuk peningkatan layanan di tahun-tahun mendatang. Dalam suasana penantian solusi ini, semua pihak diharapkan dapat berpartisipasi aktif dan memberikan kontribusi optimal dalam mendukung layanan kesehatan haji yang lebih baik di masa depan.