JAKARTA - Indonesia menghadapi tantangan besar dalam upaya mencapai industrialisasi yang diidamkan. Ketua Komisi XII DPR, Bambang Patijaya, mengungkapkan langkah-langkah strategis yang harus diambil untuk memastikan pasokan energi yang aman dan cukup sebagai fondasi menuju industrialisasi. Dalam pernyataannya, Bambang menekankan pentingnya swasembada energi guna mendukung visi masa depan Indonesia sebagai negara industri.
"Kita melihat bagaimana Indonesia ingin bertransformasi secara ekonomi dari yang tadinya hanya mengandalkan ekspor ke middle class, sekarang menjadi masuk kepada fase hilirisasi. Kita melihat, sebetulnya ini yang menjadi tantangan kita secara umum," kata Bambang dalam sebuah kesempatan pada Kamis (20/2/2025).
Bambang mengingatkan bahwa pertumbuhan sektor industri Indonesia telah mengalami penurunan dibandingkan dengan dua dekade lalu. Hal ini disebabkan oleh perkembangan sektor-sektor ekonomi lainnya yang ternyata lebih pesat. Pada masa lalu, kontribusi sektor industri terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 30%, tetapi saat ini hanya berkisar antara 14-15%.
Hambatan Menuju Industrialisasi
Dalam mencapai target industrialisasi, Indonesia harus menghadapi berbagai hambatan. Salah satu tantangan terbesar adalah memastikan pasokan energi yang memadai dan stabil. Tahap pertama yang dianggap paling krusial adalah swasembada energi, yang nantinya akan mendukung langkah hilirisasi dan industrialisasi yang berkelanjutan.
"Ini satu hal yang harus di-challenge, bagaimana menuju ekonomi 8%, hilirisasi adalah kunci. Jadi, dengan begitu kita akan menuju kepada tahapan berikutnya, yaitu industrialisasi," imbuh Bambang.
Inisiatif Komisi XII DPR
Komisi XII DPR telah melakukan berbagai langkah penting dalam mendukung pengembangan energi nasional. Beberapa waktu lalu, Komisi XII bersama Dewan Energi Nasional berhasil mengesahkan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Ketenagalistrikan (RPPKEN) yang baru.
"Pertama, kami bersedia mengesahkan bersama-sama dengan Dewan Energi Nasional menyetujui tentang RPPKEN yang baru. Di dalam RPPKEN, kita berusaha memasukkan beberapa tatanan-tatanan tentang penggunaan energi yang sekarang ini, baik itu situasi global, dan juga persoalan-persoalan internal kita. Bagaimana kita mengakomodir bauran energi dari energi baru terbarukan," ungkap Bambang.
RPPKEN ini mencakup langkah-langkah strategis untuk mengakomodasi perkembangan energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional. Sebanyak 75% dari target kapasitas listrik nasional sebesar 107 Gigawatt (GW) akan bersumber dari energi baru terbarukan.
Mengatasi Tantangan Energi Baru Terbarukan
Meski demikian, ketergantungan pada EBT memiliki tantangan tersendiri. Salah satu masalah utama adalah sifat intermiten dari pembangkit energi yang bergantung pada alam, seperti energi surya dan angin. Hal ini membuat kapasitas dan ketersediaan energi tidak selalu bisa diandalkan.
"Kelemahan energi solar dari matahari dan angin bergantung dengan alam butuh sehingga tidak pengaruh dengan supply," tutur Bambang.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pembangkit listrik berbasis baseload minimal dengan kapasitas 57 GW. Ini untuk memastikan pasokan energi yang stabil, sehingga kelemahan dari energi terbarukan dapat diatasi.
Investasi untuk Masa Depan
Bambang menekankan pentingnya investasi yang masif dan terarah untuk mendukung pengembangan energi nasional. Dengan kesiapan sektor energi dalam menyambut investasi, diharapkan pertumbuhan ekonomi 8% bisa tercapai.
Dalam upaya memenuhi target ambisius tersebut, diperlukan kerja sama banyak pihak, baik pemerintah, swasta, maupun investor. Dengan visi yang realistik dan strategi yang matang, Indonesia bisa berharap mencapai industrialisasi yang diimpikan dalam waktu dekat.