JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan terus berupaya memperluas cakupan kepesertaannya di sektor pekerja informal. Di antara langkah strategis yang diusulkan adalah penyusunan regulasi yang mewajibkan pengemudi ojek online (ojol) menjadi peserta dalam program jaminan sosial.
Kebutuhan Regulasi yang Mendukung
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo, mengemukakan bahwa meskipun BPJS telah melakukan pendekatan secara persuasif terhadap komunitas ojek online, keberadaan regulasi yang mengharuskan keikutsertaan dalam program belum ada. "Kewajiban kepesertaan kemitraan seperti ojol memang perlu diatur melalui regulasi. Ini agar para driver ojol terlindungi, mengingat hingga kini mereka tidak diwajibkan," jelas Anggoro dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IX DPR RI.
Pentingnya regulasi ini bukan hanya untuk segmen pengemudi ojol, tetapi juga dipandang krusial bagi segmen lain, seperti debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) mikro dan ultra mikro. "Kami juga butuh dukungan regulasi untuk mewajibkan debitur KUR ikut program jaminan sosial," tambah Anggoro.
Tantangan dan Potensi Pekerja Informal
Data dari BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan angka potensial yang signifikan dalam segmen pekerja informal. Terdapat sekitar 61,08 juta pekerja informal yang eligible menjadi peserta Bukan Penerima Upah (PBU), namun hanya 16,21% atau 9,9 juta yang telah terdaftar. Dalam konteks pengemudi ojol sendiri, dari dua juta pekerja yang berpotensi terdaftar, baru 676.000 yang sudah mendapatkan perlindungan.
Anwar Sanusi, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, menggambarkan dinamika sosial ekonomi yang cepat sebagai salah satu tantangan utama. "Perubahan jenis pekerjaan menuju gig economy menuntut kepastian dalam hak dan perlindungan," katanya. Tantangan lainnya termasuk kesadaran pekerja untuk mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan dan regulasi yang masih belum inklusif.
Pengkajian Status Pekerjaan Ojol
Di sisi lain, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Indah Anggoro Putri, mengungkapkan adanya wacana pengubahan status driver ojol dari kemitraan menjadi pekerja. "Hampir 90% dari analisis kita mengenali mereka sebagai pekerja berdasarkan karakteristik hubungan kerja yang ada," ujarnya. Langkah ini, jika disahkan, akan mempermudah integrasi driver ojol ke dalam skema kepesertaan penerima upah (PU) dari BPJS Ketenagakerjaan.
Dukungan Multisektor dan Harmonisasi Regulasi
Memperluas cakupan BPJS dalam sektor informal membutuhkan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan. Anwar Sanusi menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor untuk mencapai harmonisasi regulasi. "Keterlibatan multisektor dalam penyelenggaraan BPJS Ketenagakerjaan sangat krusial, dan diperlukan regulasi yang terkoordinasi dengan baik," ujarnya.
Para pakar hukum ketenagakerjaan juga menekankan perlunya kerangka legal yang jelas untuk melindungi hak-hak pekerja di era gig economy. Mereka berpendapat bahwa keterlibatan aktif dari legislatif untuk mempercepat penerapan regulasi baru ini sangat diperlukan.
Dorongan BPJS untuk Penyusunan Kebijakan
BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen untuk terus mendorong terciptanya regulasi yang inklusif agar seluruh pekerja, termasuk mereka yang beroperasi di sektor informal seperti ojol, dapat menikmati manfaat dari program jaminan sosial. "Kami berharap, dengan adanya dukungan regulasi yang lebih kuat.
Sebagai langkah lanjutan, BPJS Ketenagakerjaan mungkin akan menjalin lebih banyak kolaborasi dengan komunitas pekerja informal dan aplikasi layanan transportasi online untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi dalam program tersebut. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua pekerja, terlepas dari status pekerjaan formal atau informal, mendapatkan manfaat dari program jaminan sosial yang tersedia.