JAKARTA - Dalam perkembangan terbaru dunia pendidikan, pemikiran Denny JA mengenai agama dan spiritualitas di era Artificial Intelligence (AI) akan diperkenalkan sebagai bagian dari kurikulum perguruan tinggi di Indonesia. Menurut Ketua Pelaksana Program Esoterika Fellowship Program (EFP), Ahmad Gaus AF, mulai semester genap tahun 2025, materi ini akan diajarkan di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di seluruh Indonesia.
"Materi ini akan disampaikan baik sebagai mata kuliah mandiri maupun sebagai bagian dari mata kuliah yang sudah ada," jelas Ahmad Gaus dalam sebuah wawancara. Langkah ini diambil dengan tujuan mempersembahkan perspektif baru kepada mahasiswa mengenai peran agama dan spiritualitas di tengah pesatnya perkembangan teknologi.
Era AI dan Perubahan Fungsi Pemuka Agama
Denny JA menggarisbawahi bahwa di zaman AI, informasi tentang agama menjadi mudah diakses oleh siapa pun. Hal ini berpotensi menggeser peran tradisional ulama, pendeta, dan biksu sebagai sumber utama pengetahuan agama. Menurut Gaus, Denny JA menunjukkan bahwa AI tidak hanya membuka akses informasi yang luas, tetapi juga memungkinkan individu menemukan berbagai tafsir alternatif dan kritik terhadap doktrin agama tanpa harus bergantung pada otoritas keagamaan.
"Situasi ini mendemokratisasi pengetahuan sekaligus menantang peran pemuka agama untuk lebih reflektif daripada dogmatis," tambahnya. Teori yang dirumuskan oleh Denny JA mengusulkan tujuh prinsip utama terkait agama dan spiritualitas di era AI.
Tujuh Prinsip Denny JA di Era AI
1. Keyakinan Agama dan Kualitas Kehidupan Bernegara
Prinsip pertama menyatakan bahwa keyakinan agama tidak berkorelasi langsung dengan kualitas kehidupan bernegara. "Negara religius tidak otomatis lebih bahagia atau bebas korupsi," ujar Gaus. Negara-negara Skandinavia yang cenderung sekuler malah menunjukkan indeks kebahagiaan dan bebas korupsi tertinggi.
2. Makna Simbolis Agama
Agama bertahan bukan karena kebenaran faktual tetapi makna simbolisnya. Meskipun terdapat narasi yang bertentangan, seperti perbedaan pandangan dalam Islam dan Kristen mengenai Yesus dan Nabi Ibrahim, narasi-narasi ini tetap bertahan menawarkan makna mendalam bagi para penganutnya.
3. Panduan Kehidupan dari Perspektif Lain
Ilmu pengetahuan modern, seperti psikologi positif, memberikan panduan alternatif menuju kebahagiaan yang tidak bergantung sepenuhnya pada agama. Formula 3P + 2S yang ditawarkan Denny mencakup Personal Relationship, Positivity, Passion, Small Winning, dan Spirituality.
4. Peran Otoritas Agama di Era AI
Era AI membuat individu lebih mandiri dalam menafsirkan iman mereka, mengurangi ketergantungan pada otoritas keagamaan.
5. Warisan Kultural Bersama
Agama semakin menjadi warisan kultural bersama, di mana perayaan hari raya agama dinikmati secara sosial oleh semua orang, bukan hanya penganutnya.
6. Tafsir Agama yang Sejalan dengan HAM
Tafsir agama yang mendukung kesetaraan dan hak asasi manusia cenderung lebih diterima dalam masyarakat modern.
7. Pentingnya Komunitas
Gagasan spiritual yang bertahan adalah yang didukung oleh komunitas. Dalam hal ini, nilai-nilai universal dan inklusif menjadi penting.
Kritik dan Tantangan
Meskipun gagasan ini mendapatkan dukungan, Gaus mengakui bahwa ada beberapa kritik terhadap teori Denny JA. "Pandangan Denny JA dianggap terlalu menekankan rasionalitas dan perubahan sosial tanpa cukup mempertimbangkan dimensi transendental agama," katanya. Tidak semua komunitas menerima AI sebagai otoritas baru dalam spiritualitas, dan kadang tafsir agama berubah bukan karena tekanan sosial melainkan dinamika internal dalam keimanan.
Pemanfaatan AI dalam Agama
Denny JA tidak bermaksud menggantikan agama dengan AI, melainkan menunjukkan bagaimana AI memberikan pengaruh pada pola keimanan. Di beberapa tempat, seperti biara di Tibet dan kuil di Jepang, AI digunakan sebagai alat bantu dalam memperdalam pemahaman terhadap teks kuno dan ajaran agama.
"AI bukan ancaman bagi spiritualitas, melainkan jembatan menuju pemahaman yang lebih dalam dan universal," tegas Gaus. Pendekatan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mengembangkan pandangan yang lebih inklusif mengenai peran agama di era digital.
Materi pemikiran Denny JA tentang agama dan spiritualitas di era AI, yang dikenal sebagai “Agama Warisan Kultural Milik Kita Bersama”, diharapkan dapat memfasilitasi dialog yang lebih konstruktif di kalangan akademisi dan masyarakat luas. "Kami berharap materi ini dapat memfasilitasi dialog yang konstruktif dan reflektif," pungkas Ahmad Gaus, menutup pembicaraan. Material ini menandai langkah inovatif dalam pendidikan di Indonesia, mengajak generasi muda untuk merenungkan dan menavigasi hubungan antara teknologi modern dan spiritualitas tradisional.